Kategori
Web Accessibility

Aksesibilitas Blog Tidak Harus Kaku

Diperbarui 12 November 2017 oleh Dani Iswara

Makin banyak kata-kata aksesibilitas Web tersebut di tiap halaman blog. Pun dalam tiap diskusi di kolom komentarnya. Ini mungkin pertanda positif. Bahwa kemudahan akses halaman Web menjadi perhatian para narablog. Apapun sudut pandangnya. Setidaknya masih ada secercah pertimbangan selain trafik dan trafik.

Semua pranala di tulisan ini akan mengacu ke arsip lama daniiswara.com.

Unsur aksesibilitas dan kebergunaan Web kadang masih saling tumpang-tindih disebut. Nyatanya, beda 'Web Usability' dengan aksesibilitas Web memang tipis. Sederhananya, aksesibilitas Web tidaklah harus berwujud satu kolom. Atau bahkan dikaitkan dengan anti'flash', anti'javascript', antigambar, antimultimedia, dan hal-hal kaku lainnya. Tidak ada panduan dan rekomendasi terkini (WCAG 2.0) yang melarang pemakaian fitur interaktif Web tersebut. Bukankah interaktivitas halaman Web juga berpeluang memudahkan pengguna?

Jika desainer atau pengembang Web hanya mampu menghasilkan karya yang masih terkesan kaku, sebutlah itu keterbatasan karya manusia. Bukan karena konsep aksesibilitas yang mengekang.

Konsep kemudahan akses Web yang universal bukan hanya milik serta tanggung jawab desainer dan pengembang. Siapa pun pengguna Web bisa mewujudkannya. Tiap pembuat konten terlibat di dalamnya. Apa saja caranya?

Apa jadinya tanpa aksesibilitas Web? Baca kembali Aksesibilitas Web Antiteori. Coba pula akses halaman-halaman berikut dengan peramban Web favorit anda: Mencoba MathML dan Mencoba SVG. Atau dalam bahasa yang jauh lebih sederhana, Memahami Aksesibilitas Web Cara Frontal.

Bukankah Web dibuat untuk memperluas akses? Mewujudkan hak asasi atas akses informasi? Lalu mengapa aksesibilitas Web harus dibenci dan terkesan rumit? :)

8 tanggapan untuk “Aksesibilitas Blog Tidak Harus Kaku”

Mudah-mudahan saya tidak termasuk yang sedang mengeja kata aksesibilitas web dari sudut pandang paling ngawur dan paling sempit. Jika iya,… itu khan menjadi tanggung-jawab yang dilahirkan lebih dahulu dalam hal mempelajari makna aksesibilitas. Kewajiban untuk membenarkan, meluruskan supaya tidak tumpang tindih dengan makna usabilitas tersebut.

Pakde Harry,
tiap pengguna bebas menginterpretasikan makna aksesibilitas dan kebergunaan. Melihat satu hal dari banyak sisi selalu menarik. Dan kadang-kadang, masing-masing memiliki kebenaran tersendiri. Kita sama-sama belajar. :)

au' ah Rayimas,… tetapi jika yang lain menganggap hal berikut adalah aneh atau mengada-ada, seterah. Menurut saya pribadi, memaknai aksesibilitas dari sudut pandang seseorang yang berhubungan erat dengan penyandang disabilitas, bahkan aksesibilitas dalam versi penyandang disabilitas itu sendiri, tentu berbeda dengan analisa pengguna atau pengembang web secara umum. fmwiw :)
Ah,… iya, 'kebergunaan' lupa. :)

Pakde Harry,
ya prinsipnya saya setuju. Bahwa lingkungan–dalam hal ini keterkaitan dengan penyandang disabilitas–atau apapun yang membantu membangun empati, akan menumbuhkan nilai rasa itu.

Sepertinya bahasan mengenai aksesibilitas ini perlu lebih sering digalakkan/diposting. Mungkin sebaiknya kita beri gambaran yang kira-kira mudah dimengerti oleh mereka yang masih agak awam. Saya belakangn juga tertarik untuk mengupas masalah aksesibilitas ini. Tapi ada benarnya juga, bahwa aksesibilitas tidaklah harus terkesan kaku, minimalis, atau keluar dari “pakem” :)

Yang terpenting, keterbacaan harus diupayakan. Baik itu di sisi tampilan konten/posting, navigasi, sidebar, maupun area komentar.

iskandaria,
yang punya 'pakem' itu biasanya lebih ke kebergunaan Web. Berdasar anggapan/penerimaan kebanyakan pengguna. Aksesibilitas mengikuti perkembangan teknologi pembaca layar komputer.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.