Kategori
Unessential Blogging

Komentar Blog in Trekking

Diperbarui 19 November 2012 oleh Dani Iswara

Tulisan ini awalnya termuat di Dani Iswara .Net. sebelum kejadian kerusakan ‘server’. Beberapa tulisan terakhir lenyap sebelum masa ‘backup’ rutin berlangsung. Kini, ditulis ulang di blog tidak penting ini.

Saat ‘trekking’ seputar topik komentar blog di Google, saya mencatat beberapa poin menarik. Baik yang pro dan kontra. Penelusuran hanya dilakukan di 3 halaman pertama hasil penelusuran Google.

Topik tersebut antara lain:

Semua narablog mengharapkan ada komentar di blognya?

Jawaban saya: tidak!
Benar, ada kebutuhan interaksi sosial antar pengguna. Seperti halnya di dunia nyata. Ada juga yang sengaja membuat situasi sedemikian rupa demi memperoleh banyak komentar. Pemanis statistik. Terlebih bagi blog dengan target bisnis tertentu atau bersifat komersial. Atau demi kepuasan semata. Misalnya, membuat kontes, lomba, memberi penghargaan tertentu, menerapkan ‘do-follow’ atau menghapus elemen rel="nofollow" di pranala pengomentar, dan sebagainya. Jangan sampai terlalu obsesif dengan jumlah komentar. :)

Blog tanpa komentar bagai blog yang mati suri? Bak sayur tanpa garam? Kembali ke era corong satu arah, Web 1.0?

Komentar menyerupai spam

Komentar senada spam yang berupa sapaan singkat, di luar topik, satu baris, dan sejenisnya pun mendapat porsi tersendiri di kalangan narablog. Ada yang meloloskannya, ada pula yang menyaringnya. Ada yang menanggapinya, ada pula yang mengabaikannya. Tiap pengomentar bisa dianggap memiliki prospek, berpeluang sebagai pelanggan blog, pembeli produk atau pengguna layanan bisnisnya. Pokoknya, tidak mau rugi? Sebagian menganggap komentar asal lewat terkesan tidak menghargai tulisan yang sudah dibuat. Yang lain, menerimanya sebagai hiburan semata. “Komen ngga komen, tetep ngeblog!” :)

Langganan komentar blog?

Saya ambil dari blognya Cahya Legawa. Tentang Mengelola Langganan Komentar Blog. Sedikit yang mengupas seputar hal ini. Kebanyakan hanya fokus pada cara-cara meningkatkan jumlah komentar. Jika benar-benar kembali pada kebutuhan interaksi sosial, mestinya diskusi antar pengomentar difasilitasi dengan kemudahan mengikuti tanggapan baru di suatu topik. Ada fitur langganan komentar via surat elektronik atau surel yang bisa dimanfaatkan.

Ada maksud di balik komentar?

Di 3 halaman awal hasil penelusuran, ada tulisan Mbak Nunik yang berjudul 7 kenyataan tentang komentar, akuilah. Tiap tindakan dan keputusan tentu ada alasan dan konsep tersendiri. Sah saja untuk menerapkannya sesuai etika dan target tiap pengelola blog.

Saya lengkapi dengan tulisan sebelumnya di Dani Iswara .Net dengan topik serupa:

  • Jumlah komentar blog masih jadi ukuran dan harapan.
    Bukan hanya oleh narablog yang baru mulai ngeblog, lomba-lomba dan kompetisi blog pun masih memperhitungkan jumlah komentar terkait penilaian kepopuleran dan interaktivitas.
  • Notifikasi balasan/’reply’ komentar via surel.
    Haruskah saya mem-‘bookmark’ tiap halaman Web yang saya komentari? Haruskah saya bolak-balik mengunjungi halaman tersebut untuk sekadar mengetahui sudah ada balasan atau tidak?
  • Komentar memperkaya konten.
    Mengapa tidak? Apakah pengelola akan keberatan jika tulisannya diberi komentar yang menambah makna?
  • Pengomentar yang tidak pilih-pilih.
    Alergi berkomentar di blog tertentu? Bukankah tiap individu itu unik?
  • Deteksi ‘user-agent’ di komentar blog.
    Aksesoris blog yang makin mudah dengan makin banyaknya pilihan pengaya/’add-ons’di WordPress. Awalnya saya pakai untuk promosi Linux.
  • ‘Clipboard manager’ untuk ‘blog-comment-walking’.
    Koneksi Internet tersendat, komentar hilang? Tidak lagi.
  • New comment notification via e-mail.
    Informasi pemberitahuan apa saja yang diharapkan muncul di kotak masuk surel terkait balasan komentar blog?
  • Usability of subscribe to comment position.
    Urutan logis dan posisi yang tepat untuk pilihan kolom berlangganan, menurut saya.
  • Usability of comment form design.
    Pemakaian label, urutan kolom input, dan kemudahan lainnya.
  • Comment form in disable images mode.
    Tantangan ‘captcha’ dan tombol submit yang hilang, cukup merepotkan bagi fakir lebar pita/’bandwidth’.
  • The lack of WordPress threaded comment.
    Mana komentar terbaru? Penomorannya pun menjadi tidak logis saat CSS dinonaktifkan.
  • Blog comment form and comment link position.
    Baca komentar yang lain dulu, baru meninggalkan komentar atau sebaliknya? Jika jumlah pengomentarnya sangat banyak, tetap berniat meninggalkan komentar? Atau justru sebagai ajang pamer jumlah komentar?
  • Most usable blog factors for commenters.
    ‘Usable in my mind, not other users’.
  • Make subscribe to comments more usable.
    Harus langganan komentar balasan atau pilihan diserahkan sepenuhnya pada pengguna?

4 tanggapan untuk “Komentar Blog in Trekking”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.