Kategori
Mobile Blogging Void Linux

Instal VoidLinux Dual Boot di PC 64-bit

Diperbarui 26 Maret 2021 oleh Dani Iswara

Laptop lawas yang 32-bit mulai rusak. Kebetulan masih ada PC 64-bit sederhana AMD Ryzen 3 3100, RAM 16GB, ATI Radeon RX, yang sudah terinstal Windows 10. Saatnya dual boot dengan Linux. Pilihan sistem operasi GNU/Linux untuk mesin 64-bit lebih banyak dibanding 32-bit. Kriteria sistem pembaruan rolling release dan tidak memakai systemd bisa mempersempit pilihan yang ada. Ujung-ujungnya kembali ke VoidLinux.

Saya pilih installer Void Live x86_64 versi glibc + Xfce. Sepertinya versi musl masih belum selengkap glibc. Setidaknya untuk ketersediaan repositori. Terutama untuk mesin i686 (sekelas Pentium 4). Seperti disebutkan di laman resmi tentang musl – Void Linux.

Via sistem operasi Windows 10, unduh installer, verifikasi integritas berkas .iso, lalu ikuti cara instalnya sesuai panduan resmi Linux Void. Dokumentasi resminya mungkin terasa tidak selengkap dan sedetail Panduan Arch Linux. Lanjut buat bootable USB drive dengan bantuan aplikasi Rufus.

Karena dual boot dengan sistem operasi Windows biasanya perlu beberapa setelan penyesuaian di level BIOS. Keyboard bluetooth ternyata tidak bisa terpakai menyunting BIOS. Ganti keyboard kabel USB biasa. Opsi disable secure boot di BIOS dan disable fast reboot di Windows mesti dipilih.

Partisi sudah disiapkan pembagiannya. Senada dengan distro Linux lain. Sejumlah 50GB lebih dari cukup untuk sebuah Linux. Data-data seperti dokumen, video, musik, dan berkas lain disetel supaya bisa dipakai oleh kedua sistem operasi dan multiuser. Kalau ada data pribadi, pengguna Linux bisa menyimpannya di folder “/home” Linux. Folder ini tidak bisa diakses melalui Windows OS. Tetapi Linux bisa disetel untuk dapat mengakses partisi berekstensi “fat32” dan “ntfs” di Windows OS. Untuk peranti lunak, kedua sistem operasi kebanyakan saya instal aplikasi open source serupa.

Pengguna Linux lain mungkin terbiasa mempertahankan setelan/konfigurasi di direktori “/home” Linux sebelumnya yang sudah pernah diinstalnya. Saya memilih fresh install saja untuk menghindari konflik di kemudian hari. “Udah lupa dulu dikulik apa aja…”

Instalasi berlangsung sangat cepat kurang lebih 5 menit.

Bedanya dengan versi 32-bit, di versi 64-bit glibc ini kita hanya perlu menambahkan repo

void-repo-multilib

untuk menjalankan aplikasi 32-bit di mesin 64-bit.

Kebanyakan perangkat lunak terutama yang terbaru saat ini sudah mendukung arsitektur 64-bit. Dibanding memakai mesin 32-bit dulu, sekarang lebih banyak aplikasi yang kompatibel untuk arsitektur 64-bit.

Yang kadang mencemaskan memakai distro unik non-mainstream model rilis bergulir seperti ini misalnya:

  • kernel panic setelah update/upgrade,
  • konflik internal pengembang,
  • mengurangi produktivitas karena sering upgrade.

Sejujurnya, sampai saat ini, hanya konflik internal itu yang pernah terjadi di Void. Itu pun sebelum saya aktif memakai distro ini. Kisah lama tetapi para pengembangnya sudah berbenah. Ada distro Linux rilis bergulir yang mengedepankan kemutakhiran tetapi terlalu berisiko pada kestabilan. Bagi para pengembang dan kalangan enthusiast yang tertarik menguji fitur terkini dari suatu sistem operasi dan aplikasi-aplikasinya, ini masih cocok. Untuk pengguna kasual desktop yang tetap ingin rilis bergulir, tidak harus bleeding edge, masih relatif stabil, masih terasa gegas, distro Void Linux bisa jadi pilihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.