Kategori
GNU/Linux Mobile Blogging openSUSE Void Linux Web Accessibility Web Standards Web Usability

Ulasan openSUSE Tumbleweed ala Newbie

Diperbarui 31 Maret 2020 oleh Dani Iswara

Kurang lebih sehari lamanya sudah, potong Hari Raya Nyepi, migrasi dari Linux Void ke openSUSE Tumbleweed. Gegara ketidakakuran integrasi LibreOffice dengan Java dan Zotero di Void. Apa bedanya sejauh ini?

Kelebihan Void, Kekurangan openSUSE, pun sebaliknya

Void jelas lebih gegas. Pemaketan xbps (X Binary Package System) di Void terasa jauh lebih ringan dibanding zypper di openSUSE. Atau karena sistem runit-nya Void? Padahal di Indonesia sepertinya belum ada mirror lokal untuk repositori Void.

Di Void, saya masih bisa instal Opera 32-bit dan Chromium 32-bit. Maklum laptop lawas. Chromium mungkin masih akan terpakai untuk cloud print via Google kalau pas rebutan printer non-Wifi-built-in. Di openSUSE, kedua peramban hanya ada versi resmi 64-bit. Versi komunitas juga hanya ada versi 64-bit. Semoga halaman web yang ada tulisan sejenis ini:

Mohon gunakan Google Chrome terbaru untuk mengakses situs ini

makin berkurang! Setidaknya masih bisa menyarukan useragent via Firefox.

Seandainya ada versi Google Chrome-nya, akan memudahkan sinkronisasi sesama Chrome di desktop dengan Chrome yang di ponsel Android. Akhirnya di ponsel instal Firefox.

Tetapi penyetelan antarmuka grafisnya openSUSE memang sangat memanjakan penggunanya. Lengkap banget fitur YaST-nya. Sampai bingung cara pakainya!

Hasil pencarian aplikasi via “xfce4-terminal” di openSUSE juga tampil berbentuk tabel dengan rinciannya. Niat banget.

Sampai saat ini, masih lanjut dulu dengan si Geeko chameleon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.