Kategori
GNU/Linux Mobile Blogging

Memilih Distro Linux ala Newbie

Mumpung virus Korona tengah merajalela. Kini saatnya pengguna awam yang baru ingin mencoba-coba Linux memantapkan niatnya memilih distro. Apa hubungannya coba?

Diperbarui 30 Maret 2020 oleh Dani Iswara

Ketika blog ini tayang, ada sekitar 270-an sistem operasi (SO) berbasis GNU/Linux yang bisa dipilih di situs distrowatch.com. SO tersebut dikenal dengan sebutan distribusi atau distro. Di Linux, pengguna adalah power user. Bebas memilih distro sesuai kebutuhan, kemampuan komputer dan karakter penggunanya.

Untuk pengguna kasual

Linux untuk kebutuhan umum yang sederhana. Terkait dengan kebutuhan peranti lunak (software) untuk sehari-hari. Setidaknya cukup dengan aplikasi-aplikasi berikut:

  • Firefox (peramban web; web browser),
  • Chromium (versi Linux dari peramban Google Chrome),
  • LibreOffice (aplikasi perkantoran seperti MS Office),
  • Inkscape (pengelola gambar vektor seperti CorelDRAW, Adobe Illustrator),
  • GIMP (penyunting gambar serupa Corel PaintShop, Adobe Photoshop),
  • VLC (pemutar multimedia yang mirip Windows Media Player),
  • Audacious (pemutar audio mirip WinAmp),
  • OpenShot (pengedit video seperti halnya Adobe Premiere Pro CC, Corel VideoStudio Ultimate).

Pilihan distro Linux yang berfungsi out of the box untuk kasual misalnya: MX Linux, Linux Mint, PCLinuxOS, dan Manjaro Linux. Tiga distro pertama sudah menyertakan aplikasi LibreOffice sebagai standar. Info ini bisa saja salah karena distro versi live dan versi instal kadang berbeda paket yang disertakan. Lebih lengkap versi instal. Ukuran berkas juga lebih besar.

Asal bisa terkoneksi ke Internet yang ada, instal aplikasi yang diinginkan seharusnya bukanlah hal yang sulit. Paket aplikasi untuk kebutuhan kasual hampir tersedia di semua basisdata atau repositori tiap distro. Asal ada source code-nya, instal aplikasi tetap bisa diusahakan.

Apakah aplikasi dengan lisensi free dan open source punya fitur sebanding dengan versi proprietari yang harganya tidak murah? Ini lain soal. Untuk kasual mungkin cukup. Mau lebih profesional lagi? Ya beli dong yang resmi dan pro!

Untuk komputer lawas

Selawas apa? Masih punya yang 32-bit? RAM 2GB? Pakai SO Windows terbaru terasa lambat? Distro Linux masih ada yang mendukung spesifikasi mesin komputer jadul. MX Linux dan Linux Mint masih bisa jadi pilihan.

Kadang mesti berdamai dengan tampilan yang lebih sederhana demi mengedepankan fungsi. Daripada tampilan luar menawan tetapi lambat dipakai mengerjakan tugas. Setidaknya booting awal Linux bisa lebih cepat dibanding Windows.

Pilihan lain pakai distro seperti Debian, Ubuntu, dan openSUSE. Pasangkan dengan lingkungan antarmuka (desktop manager (DM) atau desktop environment (DE)) yang terkenal ringan seperti JWM, Openbox, Xfce, MATE, LXDE. Konsep ini ada di distro seperti Puppy Linux, KNOPPIX, Xubuntu, Ubuntu MATE, dan Lubuntu.

Model rilis

Kita kelompokkan ke model rilis tetap (fixed) + Long-term support (LTS) dan rilis bergulir (rolling release).

Model rilis tetap + LTS. Untuk pengguna awam dan mesin produktif yang bakal dipakai harian baiknya memilih model rilis tetap dan LTS. Peranti lunak dan sistem operasi keseluruhan relatif lebih stabil dibanding model rilis bergulir (tertentu) yang terlalu memaksakan pembaruan terkini (bleeding edge). Terutama yang memakai paket aplikasi versi testing.

Dukungan jangka panjang biasanya dari 2 hingga 5 tahun. Selama itu pengguna masih akan menerima pembaruan paket aplikasi dan penambalan celah keamanan otomatis resmi dari pengembang masing-masing distro. Tidak ada pemutakhiran besar-besaran dari sisi versi rilis distro.

Misal Debian 9 LTS dengan code name “Stretch” akan rilis Juli 2020 dan bertahan hingga Juni 2022. Ubuntu 18.04 LTS versi desktop dengan code name “BionicBeaver”, yang rilis pertengahan tahun 2018 lalu, akan memiliki dukungan 5 tahun ke depan hingga April 2023. Coba juga Bodhi Linux dan Zorin OS yang berbasis Ubuntu LTS.

Versi non-LTS Ubuntu 19.10 hanya berumur pakai selama 9 bulan hingga Juli 2020. Untuk mesin yang tidak terkoneksi ke Internet mungkin tidak terlalu masalah. Malah jadi “tetap stabil” saking lawasnya tidak diperbarui.

Apa yang terjadi pada distro rilis tetap setelah umur hidupnya usai? Komputer yang tidak dimutakhirkan dari sisi keamanan akan berisiko saat terkoneksi ke Internet. Plus tidak bisa menikmati fitur terbaru dari tiap aplikasi.

Pengguna diberikan opsi untuk pemutakhiran otomatis dengan ukuran berkas yang lumayan besar. Tergantung banyak paket yang sudah terinstal. Dari ratusan MB hingga satuan GB. Risiko upgrade otomatis salah satunya adalah ketika koneksi terputus, pengguna kehilangan bandwidth yang terpakai dan gagal naik versi terbaru. Kecuali distro punya fitur unduh dulu, instal belakangan.

Opsi lainnya dengan cara unduh versi terbaru secara manual. Instal ke media live CD/DVD/USB pakai aplikasi “Rufus” via SO Windows. Ikuti petunjuk upgrade via live CD/DVD/USB masing-masing distro. Lebih nyaman dibanding pemutakhiran on the go skala besar.

Model rilis bergulir. Pemutakhiran berlangsung on the go dalam skala kecil. Berkelanjutan sedikit demi sedikit. Distro model ini tidak mengenal versi rilis sekian tahun sekali. Paket-paket aplikasi dan pustaka pendukungnya (dependensi), penambalan celah keamanan, dan inti kernel, diperbarui setiap ada versi barunya rilis. Tentu saja pembaruan dirilis setelah dianggap cukup stabil oleh pengembang masing-masing.

Kelemahan distro rolling release (Dani Iswara .com) yang terlalu bleeding edge salah satunya adalah ketidakstabilan sistem hingga crash bahkan kernel panic. Misal kegagalan saat start ulang, menu “Grub” hilang, menu login tidak muncul, gagal masuk GUI, boot loop log masuk, dan lain-lainnya. Ini bisa terjadi karena pengguna mungkin sudah mengubah setelan distro di komputer miliknya sedemikian rupa. Hingga luput dari testing pengembang. Atau memang ada bug di aplikasi tertentu.

SO GNU/Linux diset untuk bisa berjalan di berbagai platform mesin komputer. Berbeda situasi dengan Mac OS, OS X, dan terakhir macOS (dari Apple) yang memang dioptimasi untuk mesin Mac saja. Walau Linux dan macOS masih sama-sama keturunan UNIX.

Kembali ke model rilis bergulir. Kadang tiada hari tanpa pembaruan kecil-kecilan. Tetapi tidak perlu instal ulang distro tiap sekian bulan sekali. Sesuaikan dengan karakter pengguna. Ingin tetap update berkelanjutan? Kalau punya mesin 64-bit (x86_64), bisa pilih distro Manjaro Linux (berbasis Arch Linux), Sabayon Linux (berbasis Gentoo Linux), openSUSE (versi Tumbleweed) dan Solus (independen). Untuk mesin 32-bit coba cek di Memilih Distro Rolling Release di Laptop Lawas (Dani Iswara .com).

Pengguna kasual plus

Tipe pengguna seperti ini biasanya sudah mengerti akan kebutuhannya. Kasual plus peruntukan khusus (special purpose). Di sekitar tahun 2000-an, Debian GNU/Linux sebenarnya sudah mengusulkan proyek Debian Pure Blends. Membuat distro berbasis Debian yang spesifik untuk anak-anak, dunia medis, multimedia, edukasi, sistem informasi geografis (SIG), pengacara, peminat kimia, dan sains. Sebagian pengembangan tidak berlanjut. Tetapi komunitas lain ada yang mewujudkan ide ini.

Distro dengan kegunaan khusus:

  • Linux kasual + penetration testing/forensik = Kali Linux (berbasis Debian Testing), BlackArch (berbasis Arch Linux tetapi rilis tetap),
  • Android di PC = Android-x86,
  • Linux “campursari” (distribusi meta) = Bedrock Linux,
  • Keluaran IntelĀ® + cocok buat pengembang/developer + rolling release = Clear Linux,
  • Linux + multimedia = Ubuntu Studio,
  • Linux generik = Slackware,
  • Linux paling bleeding-edge = Fedora versi Rawhide,
  • Linux paling kolot tetapi stabil = Debian,
  • Newbie maksa naik kelas = Arch Linux, Gentoo Linux.

Pilih yang mana?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.