Kategori
GNU/Linux Mobile Blogging

Jangan Pakai Linux

Diperbarui 25 Maret 2020 oleh Dani Iswara

Untuk komputer desktop dan laptop ya. Kalau di peladen atau server kan sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Di gawai sudah ada Android. Android dibuat dengan kernel Linux.

Ya..jangan pernah berani instal GNU/Linux versi dekstop kalau belum siap mental!

Linux sebagai kernel atau inti, ditambah dengan berbagai aplikasi atau program yang berbasis proyek GNU jadilah suatu distribusi (distro) GNU/Linux sebagai suatu sistem operasi (SO/OS) yang utuh. Tiap pengembang distro Linux mesti berkomitmen mengikuti filosofi atau panduan distribusi sistem bebas terbuka.

These distros are ready-to-use full systems whose developers have made a commitment to follow the Guidelines for Free System Distributions. This means they will include, and propose, exclusively free software. They will reject nonfree applications, nonfree programming platforms, nonfree drivers, nonfree firmware “blobs”, nonfree games, and any other nonfree software, as well as nonfree manuals or documentation (Gnu.org).

Pilihannya banyak banget!

Di situs Distrowatch.com setidaknya (pernah) ada 276 distro terdaftar. Beberapa sudah nonaktif. Lainnya terutama di peringkat atas masih aktif dikembangkan. Kenapa jumlahnya ajaib? Karena konsepnya memang kebebasan. Kode sumber terbukanya bebas digunakan sesuai filosofi GNU, ‘free’ dan ‘open source’. Ada distro yang dibuat khusus untuk kebutuhan multimedia, dunia pendidikan, pemerintahan lokal, ‘gaming’, dan lainnya.

Pengguna awam bisa saja membangunnya sendiri dari distro standar menjadi sesuai kebutuhannya masing-masing. Di Windows dan Mac kita tinggal pakai saja. Di Linux ada sensasi kebebasan tersendiri. Rasakan bedanya!

Bingung pilih yang mana? Lima (5) distro terpopulernya layak dicoba. Saat ini ada MX Linux (dulu namanya MEPIS), Manjaro, Mint, Debian, dan Ubuntu. Atau pakai fitur pemilihan distro yang sesuai spesifikasi komputer dan keinginan pengguna. Punya mesin 32bit dengan RAM 2GB atau kurang? Ada distro Linux yang bisa dicoba untuk laptop lawas. Mau coba dulu tanpa instal permanen juga silakan. Bisa lewat emulator/virtual, CD, DVD, atau ‘live USB’. Makin populer distro, makin mudah ‘troubleshooting’ mandiri di kemudian hari. Pilih satu distro yang stabil untuk kebutuhan produktif. Boleh bebas pasang distro lain untuk eksplorasi sensasinya!

Punya waktu mempelajari panduannya?

Bagaimana cara instalnya? Harus pakai Internet? Apa saja yang disiapkan (selain kopi dan camilan)? Bagaimana partisi ‘harddisk’ atau SSD-nya? ‘Trial n error’ sih bisa saja. Asal ingat membuat cadangan data yang ada.

Salah-salah partisi data malah terhapus! Partisi sistem operasi sebelumnya jadi tertimpa pula! Mau ‘dual’, ‘triple boot’ atau memasang lebih dari 4 sistem operasi di satu komputer juga ayo. Risiko tanggung sendiri. Baca dulu dokumentasi dan panduan masing-masing distro yang diminati. Butuh investasi waktu untuk mempelajarinya.

Perangkat keras (hardware) tidak terdeteksi!

Saat mencoba versi ‘live’ (via emulator/CD/DVD/USB), mungkin saja ada peranti keras yang tidak atau belum terdeteksi. Pun setelah diinstal ke komputer. Bayangkan mau ‘update’ SO dan instal aplikasi, eh… Wi-Fi belum bisa terkoneksi. Jangankan terkoneksi, peranti keras untuk Wi-Fi ternyata tidak terdeteksi langsung. Mau pakai kabel LAN, PC kejauhan posisinya di kamar. Coba pakai kabel LAN di laptop, ternyata juga tidak terdeteksi.

Selamat datang di dunia ‘open source’! Saatnya ‘troubleshooting’ mandiri. Baca kembali dokumentasi resminya. Pahami lagi filosofi bebas dan terbukanya. Kalau punya Wi-Fi model USB ‘stick/dongle’ + kesabaran lebih, ini akan sangat membantu. Saat ini dukungan penyedia (pabrikan dan ‘provider’) kartu grafis, Wi-Fi, modem, printer, dan peranti lunak ‘proprietary’ sudah makin bagus kok.

Instal aplikasinya ribet!

Bisa ngga unduh aplikasi di kantor yang ada Internetnya lalu instal luring (‘offline’) di rumah? Satu aplikasi kadang butuh aplikasi lain untuk saling melengkapi supaya berfungsi utuh. Istilahnya ‘dependency hell’.

Coba cek hubungan “aneh” LibreOffice di Linux dengan pendukung “java”-nya. Kadang galat di setelan profil pengguna. Lain waktu ribet integrasi dengan Zotero dan Mendeley. Belum dengan basisdata di LibreOffice Base.

Memang ada pengguna yang merasa lebih nyaman instal aplikasi via terminal (‘command prompt’ di Windows). Saya pribadi sama sekali tidak paham menggunakan ‘command prompt’ di Windows karena terbiasa dengan klik sana klik sini. Terasa lebih universal sih via terminal. Kini tampilan antarmuka (GUI) manajemen paket Linux sudah jauh lebih ramah pengguna. Belakangan bahkan cara instal aplikasi makin dipermudah. Jadi mirip di Android.

Ada aplikasi selevel seperti di Windows atau Mac?

Harus pakai aplikasi berbayar yang hanya ada di Windows dan Mac? MS Office saja tidak sepenuhnya kompatibel dengan alternatifnya seperti LibreOffice. Perlu Adobe Acrobat Reader terbaru untuk mengisi borang dan menambah komentar? Versi terakhir yang dirilis resmi Adobe untuk Linux hanya Adobe Reader versi 9.5.5. Pembaca PDF bawaan Linux saat ini (misal Okular dan Evince) belum punya fitur sekomplit versi berbayar Windows dan Mac.

Kalau punya uang banyak mending pakai sistem operasi MacOS sekalian. Benar-benar terasa keluar uang beli laptop secara fisik sekalian beli lisensi aplikasinya yang terinstal. Di Windows mungkin hanya terasa beli fisik laptopnya saja kosongan. SO dan aplikasinya yang selevel MacOS malah instal yang bajakan… Daripada pilih salah satu ya mending pakai kedua atau ketiganya sekalian. Akur kan?

Gamer?

Mending ‘stay’ di Windows atau Mac. Ada sih..tetapi mendingan Linux buat kebutuhan lainnya saja. Kecuali ada dukungan pembuat game untuk merilis kodenya secara terbuka. :)

Wajar pengguna newbie bingung memilih Linux

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.