Diperbarui 29 Juli 2010 oleh Dani Iswara
Tulisan penyair Agus R. Sarjono di majalah.tempointeraktif.com berjudul Sulitnya Bahasa Indonesia, terasa benar.
Untuk mengenal situasi mutakhir di Indonesia, Berthold Damshauser, dosen kawakan bahasa Indonesia di Universitas Bonn, membagikan kliping teks wawancara tokoh terkemuka Indonesia. Ia tercengang melihat nyaris tak satu pun mahasiswanya mampu memahami teks itu.
Sepertinya wajar jika ujian nasional bahasa Indonesia dianggap lebih sulit.
Setelah mencoba menulis blog tidak penting ini dengan bahasa ibu sekadarnya, memang susah jadi penuturnya. Saya bukan hendak meremehkan bahasa Indonesia. Apalagi bahasa lainnya yang lebih tidak saya pahami. Tidak pula untuk memohon maklum atas pelbagai kesalahan tulis dan keitk di blog ini. Salut untuk rekan-rekan narablog yang berusaha memakai bahasa Indonesia di kontennya. Hormat saya juga untuk yang tidak menerapkannya dengan baik.
Silakan menghargai bahasa Indonesia. Jangan hargai saya atau blog tidak penting ini! Saya bukan penutur yang baik.
Jika tulisan berbahasa Indonesia ini membuat Anda muak, mual, muntah, pusing, berkeringat, bahkan mengalami disorientasi, segera—jauh lebih cepat dari kilat—tutup blog ini dan beristirahatlah yang cukup. Hubungi dokter jika keluhan berlanjut.
Maaf, saya tidak merespon komentar di tulisan ini. Untuk sementara, kolom komentar mungkin masih akan terbuka. Terima kasih atas segala apresiasinya.
16 tanggapan untuk “Saya bukan penutur bahasa Indonesia yang baik”
Tapi setidaknya Bli Dani kan lebih sering membuka halaman KBBI daripada saya ini, sudah tidak tahu – kurang mau tahu lagi…
Yeh, mungkin bahasa Inggris –- atau england? –- dirasa lebih unggul karena bahasa tersebut benar-benar didesain untuk digunakan secara efektif dan efisien, agar lebih mudah dipahami dari bahasa latin.
Saya sendiri sehari-hari menggunakan Bahasa Ibu. :P
Daripada menggunakan bahasa Metropolitan, gue, elo, dan masih banyak lagi. Saya kira tidak akan mual atau sampai muntah jika sudah/mulai terbiasa hehe :).
Apakah tulisan ini sebagai pembelaan diri? hehe. Yang bermasalah bukan pada penggunaan bahasa Indonesianya kok dok, tapi lebih kepada penyederhanaan penyampaian. Nah, mungkin ini yang belum ada titik temunya. Sepanjang unsur SPOK terpenuhi atau jelas, itu sudah cukup.
Unsur koherensi dan kohesi juga tak bisa diabaikan untuk mendukung pemahaman pembaca. Termasuk diksi (pilihan kata) dan pemakaian tanda baca yang tepat. Kita semua masih sama-sama terus belajar soal ini :-)
Bli Dani,
Tidak banyak penutur bahasa Indonesia yang baik :(
karena bahasa Indonesia terlalu kaku atau terlalu lentur dan benar, sulit dipelajari.
Tes dari opera mini. Maklum, lagi nyobain browsing via hape baru :) Ternyata tanpa versi mobile pun blog ini tetap aksesibel.
hubungi bli dani jika pembaca mengalami mual-mual, dll
tapi setidaknya masih bisa dicerna bli
mungkin tulisan itu cocok bagi blog saya mas… :D
salam adem ayem
[…] Dari uraian diatas, secara garis besar bisa kita tarik kesimpulan bahwa belajar bahasa Indonesia tidak mudah, bahasa Indonesia tidak cukup hanya dihafal tetapi butuh pendalaman berupa pemahaman terhadap bahasa itu sendiri. Hasilnya, menjadi wajar jika banyak orang di negeri ini (termasuk pejabat negara) tidak mampu bertutur menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (baca tulisan Saya bukan penutur bahasa Indonesia yang baik) […]
[…] Dengan pelajaran wajib yang telah menjadi bekal itu-pun, saya sendiri tidak bisa mengatakan diri saya mantap dalam berbahasa. Bukan karena alasan tidak percaya diri, namun melihat fakta bahwa masih banyak kekeliruan yang saya lakukan ketika berbahasa membuat saya tahu dan sepakat dengan apa yang disampaikan salah seorang narablog bahwa saya bukan penutur Bahasa Indonesia yang baik. […]
salam..
saya juga sedang berusaha untuk berbahsa indonesia yang baik dan benar, tapi untuk tulisan2 tertentu di blog memang lebih enak dan mengena dengan bahasa percakapan. tapi saya tetap menggunakan ‘saya’ bukan elo/gue..
Sepertinya sangat ironis bila membaca tulisan ini, karena Bli Dani sendiri tidak menggunakan padanan bahasa Indonesia dalam menu navigasi di atas.
Masalah bahasa memang menjadi perdebatan panjang. Apalagi terus bermunculan bahasa-bahasa percakapan baru, misalnya bahasa alay anak – anak ABG yang semakin membuat pemahaman terhadap bahasa Ibu semakin pudar.
waah kepala saya mulai goyang neh dok…gimana neh..hehe. menurut saya seh tak perlu dipaksakan, jika memang bahasa lain lebih mudah dipakai untuk berkomunikasi dengan orang lain ya gpp..menurut saya seh. untuk menjadi seorang nasionalis kan bisa dengan cara lain…contohnya rajin bayar pajak seperti di iklan2 itu..hehe
Wah sudah memajang bendera merah putih, menjelang Agustus-an.
Merdeka!!! :).
Rayimas…
Keluar dari konteks penuturan bahasa Indonesia, saya hanya mau mengucapkan terima kasih. Karena saya tidak perlu lagi menanyakan semangat blog ini berkaitan dengan encoding karakter “e” yang terbalik pada tagline. Ya… hampir saja saya protes untuk saudara-saudara saya yang penyandang disleksia. Syukurlah… Merdeka !