Diperbarui 28 Juni 2010 oleh Dani Iswara
Dulu, huruf Arial dari kelompok sans-serif (huruf tanpa lekuk/kait di ujungnya) sangat populer karena dikaitkan dengan penyandang disleksia (baca selengkapnya di Wikipedia).
Dyslexia is a learning disability that impairs a person’s ability to read, and which can manifest itself as a difficulty with phonological awareness, phonological decoding, orthographic coding, auditory short-term memory, and/or rapid naming. Dyslexia is separate and distinct from reading difficulties resulting from other causes, such as a non-neurological deficiency with vision or hearing, or from poor or inadequate reading instruction. It is estimated that dyslexia affects between 5 and 17 percent of the population.
Tapi sekian banyak penelitian saling menunjukkan serif dan sans-serif memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Punya penggemar tersendiri.
Mas Ardian Trimurti banyak menyajikan topik seputar tipografi di situsnya. Hingga diskusi mengarah ke pilihan serif dan sans-serif. Selain pertimbangan kemudahan pakai ('legibility' dan keterbacaan), ada juga penilaian dari sisi estetika. Sedangkan dari sisi aksesibilitas Web, bisa dipakai pendekatan penyandang disleksia.
Set huruf khusus disleksia
Di kalangan disleksia, set huruf (font) yang menyerupai tulisan tangan sederhana seperti kelompok Comic Sans dianggap lebih nyaman dibaca. Hingga tercipta beberapa set huruf (komersial) yang diklaim lebih ramah bagi pengguna disleksia seperti Lexia Readable, Myriad Pro, Read Regular, Sassoon, dan Tiresias, seperti disebut di Typefaces for Dyslexia (dyslexic.com).
Demi alasan formalitas tampilan web, diusunglah sans-serif dan serif untuk digunakan di media dalam jaringan/daring/'online'. Dibanding memakai Comic Sans yang terkesan kurang formal.
Sebagian pengguna disleksia juga disebutkan ada yang lebih menyukai jenis serif. Tulisan lawas Designing for Dyslexia (thepickards.co.uk) oleh almarhum Jack Pickard dan Dyslexia Style Guide dari 'The British Dyslexia Association', jelas-jelas tetap menyarankan sans-serif.
Hingga kini kebanyakan situs resmi memakai jenis huruf sans-serif.
Alternatif solusi
Menurut saya, jalan tengah untuk tebak-tebakan set huruf ini ya dengan menyajikan pilihan set huruf ke pengguna. Bisa memakai CSS font-family
yang lengkap. Baca juga tentang Font Stack (ardianzzz.com). Ini 'ditebak' berdasarkan set huruf/sistem operasi terbanyak yang dipakai para pengguna. Karena tidak semua set huruf otomatis terpasang di tiap komputer. Cara ini berpeluang menambah ukuran berkas CSS.
Memakai font-face
, fitur yang tersedia di CSS 3. Berpeluang menambah beban 'bandwidth' jika set huruf disimpan di 'hosting/server' sendiri. Atau menambah 'http request' jika set huruf disimpan di 'server' lain. Belum lagi kompatibilitasnya saat ini di tiap peramban Web modern.
Solusi alternatif lain dengan memakai semacam 'widget' untuk memilih jenis set huruf. Tanpa perlu menebak ketersediaan set huruf dan kesukaan di sisi pengguna. Jadi pilihan diserahkan ke pengguna. Seperti yang dipakai oleh Situs Accessites dan Research Autism.
Jadi, serif dan sans-serif tidak harus diperdebatkan dengan kaku. Sesuaikan dengan konsep situs yang dibangun. Sehingga tiap desain blog punya alasan mengapa elemen itu digunakannya (Dani Iswara .com). :)
10 tanggapan untuk “Pilihan Set Huruf Konten Web”
Akhirnya, tangannya ndak tahan gatal buat nulis tentang fonta :D
Cahya,
yang ini sebenarnya beda dengan bahan kemarin. :P
Oh, serupa tapi tak sama :)
Terimakasih tautannya Bli :)
Saat ini saya sedng memikirkan sebuah solusi alternatif untuk mengatasi masalah penggunaan typeface, hitam di atas putih dan sebagainya. Denga bantuan javascript sepertinya user bisa memilih style yang diinginkan. Misalnya hitam diatas putih untuk siang hari atau sebaliknya saat di malam hari. Mungkin bisa juga untuk font :)
ardianzzz,
atau edukasi pengguna untuk memakai 'user style' sendiri di sisi peramban Web. :)
Kalau menurut saya, tergantung pada segmen/target pengunjung web kita. Selain tergantung pada tingkat formalitas konten dan gaya bahasa yang kita gunakan pada web kita. Kalau cenderung formal, sans serif lebih tepat. Sebaliknya, kalau cenderung non formal, serif adalah pilihan yang baik.
Dari sisi keterbacaan untuk ‘orang normal’, menurut saya sih font berjenis sans-serif lebih bersahabat. Tapi font yang terlalu kaku seperti arial kurang pas untuk artikel yang mengandung banyak paragraf (agak panjang). Lebih bagus pakai Verdana aja jika konten berupa artikel yang mengandung banyak teks/paragraf.
Untuk blog bertemakan desain, font serif rasanya lebih cocok. Segitu dulu dari saya :)
Btw, warna font di dalam posting pada blog ini kok jadi agak buram yach bli? Warnanya jadi abu-abu terang dan kurang terbaca dengan baik. Ini cuma terjadi saat saya membuka blog ini dari ubuntu via Fx 3.6.3 (padahal sebelumnya tidak begitu). Apa karena diedit ya kombinasi warna fontnya?
iskandaria,
ya serif dan sans-serif memang menimbulkan debat yang tidak berkesudahan. Salah satu kumpulan riset tentang kedua tipe huruf ini di tulisan literature-review Alex Poole (saya pernah menyebut sumber ini di tulisan sebelumnya di blog ini) menyebutkan bahwa jika digunakan dengan ukuran yang relatif besar, pencahayaan cukup, jarak pandang sesuai, keduanya sebenarnya tetap layak pakai.
Hanya saja, hingga saat ini, seperti pernah saya tulis juga di kolom komentar situsnya Mas Ardian (ardianzzz.com), banyak situs masih memakai kombinasi verdana, helvetica, arial, sans-serif untuk tulisan di konten utama. Sedangkan serif dipakai sebagai versi cetak.
Sans-serif juga lebih direkomendasikan bagi penyandang disabilitas disleksia dan autisme. Banyak situs aksesibilitas Web memakai sans-serif dibanding serif.
Tentang huruf, saya hanya menambahkan stok Dejavu Sans seperti yang di dot net saya untuk pengguna Linux. Setelah diingatkan oleh Mas Ardian. Di sistem Arch Linux saya terpasang beberapa huruf proprietari dari paket
msttcorefonts
. Tidak ada mengubah komposisi warna huruf. Nanti akan saya periksa kembali. Terima kasih laporannya, Mas Is.Jika kembali ke estetika, silakan saja. :)
Verdana banyak direkomendasikan sebagai pilihan font yang aman untuk digunakan, namun bila melihat dari sudut estetika “secara personal” saya tidak begitu menyenanginya :). Apa ada padanan font lain yang kemampuannya menyamai verdana? Menurut perspektif Bli Dani bagaimana tentang font stack?
Do,
saya menyebut Verdana sebagai pilihan set huruf yang aksesibel sampai saat ini. 'Usable' (estetis) memang belum tentu aksesibel. Pun sebaliknya. Seperti drama klasik serif versus sans-serif, Linux versus Windows versus Macintosh versus FreeBSD versus OpenSolaris.
Saya belum menemukan yang serupa Verdana. Terutama jika dilihat dari kebutuhan huruf I, i, dan l. Misal teks berikut: Ilegal, Illegal, legal, III (ke tiga), Ill (sakit, 'sick').
Tentang 'font stack' sudah saya komentari di situs Mas Ardian. Tergantung target penggunanya. Realistis dengan banyaknya pengguna Windows (dan huruf yang terpasang otomatis), atau mengedepankan konsep lainnya. :)