Diperbarui 28 Juni 2010 oleh Dani Iswara
Dejavu (promnesia/paramnesia; Wikipedia) berarti mengalami hal serupa yang sepertinya pernah terjadi sebelumnya. Bukan, ini bukan komentar blog satu baris atau sekadar basa-basi itu. Tapi memang komentar serius saya di situs atau weblog lain. Walau terhitung jarang keliling blog dan menjadi pengomentar.
Saat ada waktu dan koneksi Internet lancar, itu salah satu kesempatan yang jarang terjadi. Akan saya manfaatkan semaksimal mungkin sebagai pengunjung blog (Dani Iswara .com). Sayang jika harus mengisinya dengan komentar di luar topik. Setelah menjadi pengomentar beberapa kali, terpikir bahwa komentar-komentar saya hanya berupa pengulangan basi.
Sependek yang saya ingat, tanggapan atau respon tersebut biasanya seputar topik-topik di bawah ini.
- Elemen
alt
itu atribut, bukan tag. - Benarkah atribut
title
(masih) berperan dalam SEO? - Cek kontras warna dengan ekstensi Firefox 'Colour Contrast Analyser' atau 'WCAG Contrast Checker'.
- Yakinkah pengguna disabilitas penglihatan warna bisa mengenali teks 'anchor' yang dibedakan hanya dengan warna, tapi tanpa garis/batas bawah?
- Untuk terkoneksi ke Internet via modem, selain
wvdial
, bisa memakai paketpppconfig
danumtsmon
di beberapa distribusi Linux. - Mengapa pranala sumber tulisan tidak dibuatkan teks 'anchor' yang 'clickable' saja supaya lebih mudah digunakan?
- Tombol 'submit' komentar tidak terlihat saat tampilan gambar dinonaktifkan.
- Urutan
tabindex
tidak logis saat 'tabbing'. - Silakan 'Googling' dulu, tanya kemudian.
Ada lagi lainnya?
Maaf jika komentar itu jadi basi adanya. Belakangan, saya tandai dengan keterangan dejavu.
Tiap kisah saat keliling situs itu biasanya akan menjadi tulisan baru di blog tidak penting ini. :)
8 tanggapan untuk “Komentar Dejavu nan Basi Saya di Blog Lain”
Wah untuk marking dejavu, kayaknya saya dapat yang pertamax ya?
masih ada yang lain, yaitu Arch Linux berpasangan dengan Googling mandiri :)
agung,
ah ya, yang itu bisa dimasukkan. Makasi Mas Agung. Pengalaman ya? :D
Seingat saya, bli Dani juga beberapa kali memberikan komentar dejavu pada blog saya. Baru tau saya arti dejavu setelah membaca postingan ini :) Sebagai narablog, saya jadi terpacu untuk menulis hal-hal yang sekiranya bisa meminimalisir komentar klise/dejavu tersebut. Solusinya mungkin harus jeli dalam mengangkat topik yang masih jarang dibahas yach?
Mas Dani,
Pengalaman? “Panik!!!” iya :(
maksud komentar saya diatas, apakah komentar Mas Dani dengan marking dejavu ditempat saya adalah yang pertamax? (saya hampir/jarang menggunakan kata pertamax)
Bli Dani Please…
Komentar dejavu ada kalanya tidak bisa dihindari, jika materi yang dibahas seputas masalah yang sama, apa mau nekad memberikan komentar tapi musti mutar lapangan sepakbola dulu ?
Kalau tidak dikomentari tetapi bli Dani tahu masalahnya, apa mau dibiarkan saja ?
iskandaria,
bukan penyaji kontennya yang menyesuaikan, tapi mungkin pengomentarnya mesti lebih kreatif. :)
agung,
saya tidak ingat pasti komentar saya di blog Mas Agung sebagai dejavu yang pertama atau bukan.. :)
Pak Aldy,
bukannya saya sok tahu, tapi saya memang sering kehabisan kata-kata jika merespon topik senada. Alih-alih menyarankan Googling. :)
Pelbagai komentar de’ javu adalah mesin waktu ke masa lalu dan pengikat ke masa depan :)
[…] tulis sendiri di blog. Komentar dejavu nan basi saya di blog lain (Dani Iswara .com) mulai makin berefek. Makin terasa membosankan bagi diri sendiri. Mengetik […]