Diperbarui 21 Mei 2010 oleh Dani Iswara
Bukankah saya sudah membuka URL ini tadi? Padahal teks anchor-nya berbeda. Teks anchor yang sama direkomendasikan untuk menuju alamat Web yang serupa. Itu anjuran 'Web Content Accessibility Guidelines' (WCAG) dari W3C. Tapi, WCAG tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa teks anchor yang berbeda di satu halaman Web, boleh mengacu ke URL/URI serupa.
Ilustrasi seperti ini. Jika ada teks anchor 'klik di sini' menuju ke alamat URL example.com, maka semua teks anchor 'klik di sini' di halaman Web yang sama tersebut semestinya akan menuju URL yang sama, yaitu example.com. Tidak perlu berpikir keras bahkan curiga untuk menebak ke mana URL akan berlabuh. Don’t make users think!
Pengguna berpeluang terkecoh
Bila di suatu halaman Web yang sama terdapat beberapa teks anchor berbeda, misalnya
'teknik S3O', 'pakar S3O', 'rahasia S3O'. Ke mana URL akan berlabuh? Teks anchor 'teknik S3O' menuju ke example.com/tag/s3o. Dua teks anchor lainnya ternyata juga berlabuh ke URL yang sama. Membuka alamat URL yang sama, padahal teks anchor-nya berbeda. Dari sisi pengunjung manusia, bukankah itu percuma? Kalau tidak mau disebut mengecoh pengguna (Dani Iswara .com). Belum lagi dengan 'self-linking'–halaman yang sedang dibaca apa perlu dijadikan pranala dengan pelbagai teks 'anchor' juga?
Bukankah bisa dilihat (bagi yang punya indera penglihatan baik) di 'status bar' peramban Web, ke mana URL-nya menuju? 'Don’t make users think'! Jika bisa dibuat mudah, kenapa dipersulit?
Kalau sesuai kasus di atas lalu algoritma mesin telusur/pencari Internet akhirnya hanya menganggap teks anchor yang pertama kali muncul yang valid, itu wajar. :)
Pertanyaan di judul tulisan ini, Teks Anchor Menuju URL Mana, juga harusnya tidak perlu muncul bila teks pranala dibuat deskriptif dan jujur. Mengapa tidak menulis Weblog dengan jujur dan sehat ala aksesibilitas Web saja? (Dani Iswara .com).
14 tanggapan untuk “Teks Anchor Menuju URL Mana?”
yosafat,
yang itu mirip kasus …deleted (dead link)
yang menjengkelkan kalau pakai pemendek URL meskipun sebenarnya tidak terkekang jumlah karakter seperti di twitter. biasanya saya menemuinya berupa URL afiliasi. afiliasi sendiri sebenarnya tidak apa2. tapi kalau terlalu ditutup2i dan sengaja mengecoh, jadinya terkesan fishy.
tapi untunglah, ada layanan pemendek URl, tapi ada jg pemanjang URL seperti longurl.org. hehehe.
Ga sempat nulis semuanya Bli, kadang buru-buru, klik di sini begitu saja sudah cukup kan? He he, toh kalau diterawang masih kelihatan ke mana, tidak disembunyikan dalam short url segala.
Tapi short url tetap diperlukan, mengecoh pembaca adalah hal yang penting, jika tidak bagaimana bisa saya membuat tulisan untuk April Mop. Ayolah Bli Dani, humanis dikit :)
Cahya,
coba jadi pemakai 'screen reader'. Dengerin 'klik di sini' berulang kali saat 'tabbing'. Sudahkah terdengar cukup deskriptif informatif? Kecuali sekadar bermaksud 'call to action'. Atau cek dengan Semantic Data Extractor W3C—yang tidak lagi perlu atribut title.
Mau April Mop setiap hari supaya makin humanis? :P
Waduh, sampai berulang kali? Itu bikin puisi “klik di sini” ya Bli :)
Kalau berulang kali, mungkin lebih pas jika disebut menjengkelkan daripada informatif.
April Mop tiap hari sih boleh saja, Bli Dani mau berpartisipasi?
Kalau hanya self linking ngapain juga ?
Tapi realitasnya seperti itu kok Bli, idealnya sih menuju kehalaman lain yang berkaitan dengan artikel ( mungkin, loh )
Menurut saya, pranala di halaman posting yg menuju ke halaman about/tentang/perihal, dengan anchor text = “saya” itu sepertinya sia-sia. Pembaca pun tahu kalau kata “saya” itu berarti pemilik/penulis postingan. Apalagi jika terdapat lebih dari 1 buah.
Contoh:
Pembaca dalam hal ini tahu kalau “saya” adalah dani iswara, jadi tidak perlu berpikir lagi dengan mengarahkan mouse ke pranala tsb dan melihat di status bar utk melihat alamat yg dituju.
rismaka,
jika kita pikir positifnya, mungkin itu efek plugin. Atau bermaksud proteksi jika disalin tempel tanpa etika. :)
@ Rismaka, itu efek penggunaan plugin auto-link-building kalo saya nggak salah. Tapi saya juga setuju, penyisipan link otomatis pada anchor teks “saya” sepertinya tidak perlu. Cukup dilakukan secara manual tanpa plugin dan cukup sekali saja disisipkan dalam posting. Itu pun tidak harus pada semua posting. Saya sendiri tidak pernah melakukannya :)
Mas Ris, Mas Is,
He he, jadi tersentil nih :D
Saya menyisipkan autolink dari blog client untuk membuat pranala balik, jika ada yang plagiat tulisan – sehingga ada social responsible untuk melacak balik sumber tulisan walau sudah jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab.
Kalau di Windows Live Writer bisa disetel hanya menyisipkan satu link di salah satu kata saja untuk – misal – kata “saya”.
@ Cahya,
Wah, kalo demi kepentingan proteksi jika ada yang menyalin-tempel tanpa etika nggak papa sih mas. Biar mempermudah pengecekan sumber tulisan kalau begitu (fungsi pelacakan bahasa kerennya) ^_^
uuuh betul banget tuh, aku juga sering menemui hal-hal seperti itu. Bikin sebel juga, mungkin narablognya page views oriented.
[…] Tentu saja maksudnya tanpa harus was-was melihat 'status bar' di peramban Web, ke mana gerangan URL menuju. Tidak perlu paranoid lagi. Tidak lagi repot mengecek tiap teks 'anchor' dan URL-nya. Ya, ini tulisan dejavu. Sempat terlontar pula di beberapa kolom komentar rekan-rekan narablog. Sudah pula tertulis di catatan lama blog tidak penting ini. Teks 'anchor' menuju URL mana? […]
[…] 'anchor' yang berkesan mengecoh pengguna. Menuju URL mana (Dani Iswara .com)? Apakah teks bergaris bawah selalu bisa diklik? Untuk apa teks warna-warni itu? […]