Diperbarui 31 Juli 2010 oleh Dani Iswara
Selama mencoba mengikuti gerakan hari Senin mengakses Web tanpa tetikus, ada beberapa pengalaman yang tercatat. Sebentar, masih ragu dengan kata tetikus? Kata ini sudah ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan atau KBBI daring.
- te·ti·kus
- noun Komputer peranti periferal pada komputer yang menyerupai tikus, gunanya, antara lain, untuk memindahkan letak pandu di jendela tampilan.
Lebih nyaman dengan 'maus', alih-alih meng-Indonesia-kan istilah asing 'mouse'? Atau mengejanya mentah dengan 'cara Indonesia' menjadi 'mowuse'?
Peramban berbasis teks
Gerakan tanpa tetikus tiap hari Senin ini saya temukan di tulisannya Pak Harry, 'No Mouse on the Web in Monday'–NoMoWiM Spirit (Side22.com). Saya menerjemahkannya dengan mencoba mengakses beberapa blog memakai peramban berbasis teks. Mengapa tanpa antarmuka grafis? Dengan itu, pengguna terpaksa memakai tombol-tombol 'keyboard' saat menelusuri halaman Web.
Di Linux Arch yang saya pakai, ada beberapa peramban berbasis teks yang bisa dicoba.
- core/links 2.2-4 [installed]
- A text WWW browser, similar to Lynx.
- extra/elinks 0.11.7-3 [installed]
- An advanced and well-established feature-rich text mode web browser.
- extra/lynx 2.8.7-2
- A text browser for the World Wide Web.
- community/links-g 2.2-5
- A text WWW browser, similar to Lynx, with framebuffer and X graphics enabled.
Diantaranya Lynx, Links, Links-G, dan Elinks. Dua peramban Web pertama, masih kental nuansa teksnya. Sedangkan di Elinks, sudah ada fitur multitab. Teks spesial pun tampak berwarna-warni. Untuk Links dan Links-G, tidak bisa dipasang atau di-'install' bersamaan.
Apa saja tantangannya?
Suka duka berselancar Web tanpa gambar dan tetikus tentu saja terbentur masalah kesulitan navigasi dan kehilangan informasi.
- Terlalu banyak pranala sebelum mencapai konten utama.
Untuk membaca artikel utama, kadang harus menekan tombol Tab beberapa kali, jika memakai peramban Web berbasis grafis. Atau tombol panah ↑ (atas) dan ↓ (bawah) di peramban Web berbasis teks. Apalagi jika struktur dokumen (X)HTML menyajikan menu bilah sisi/samping atau 'sidebar' mendahului konten utama. Jika tetap menginginkan memakai bilah samping kiri, bisa diatur via CSS denganfloat
. Saat dilihat kode sumbernya, seperti yang dibaca peramban teks, bagian bilah samping muncul belakangan dibanding artikel utama.
Atau pasang menu 'Skip to main content'. - Tidak adanya teks alternatif.
Tiap elemen gambar atauimg
dianjurkan menyertakan atributalt
. Gambar dekoratif cukup memakaialt=''
(kosong). Gambar-gambar yang memiliki nilai kontekstual dan pendukung artikel atau 'posting' bisa dilengkapi dengan atribut ini. Atau cukup dijelaskan di dalam konten itu sendiri.
Termasuk berkas multimedia. Ada konten berupa teks yang bisa menjelaskan isi konten non-teks. Jadi, jika konten non-teks tidak ditampilkan di sisi peramban Web pengguna, tidak akan terjadi kehilangan informasi. Karena ada teks yang menggantikan fungsi konten non-teks. Baca juga Logical use of text alternative (Dani Iswara .com). - Beberapa situs Web dan blog yang memakai banyak fitur 'javascript' sulit diakses. Termasuk kolom komentar yang memakai fitur antispam tertentu.
Berani mencoba berempati? Tes aksesibilitas Web tanpa tetikus!
25 tanggapan untuk “Senin tanpa tetikus”
Sekarang adanya GUI dan mouse sepertinya konsep yang tidak terpisahkan dari penjelajahan dunia maya melalui berbagai peramban. Walau mungkin tidak mengenakan jika salah satunya dicopot.
Namun bantuan tetikus bisa diganti dengan banyak cara, semisal voice browser (menjelajah dengan suara, mengganti gerakan yang selama ini diwakilkan oleh tetikus dengan menggunakan suara), touch screen (di mana tetikus sama sekali tidak perlu), eyes browser (menggunakan gerakan mata), hingga ke mind browser, menjelajah internet dengan stimuli perintah langsung dari otak, ha ha…, walau bukan masalah screen reader, tapi mungkin sebentar lagi tetikus hanyalah sejarah di muka bumi…
But thanks to Steve Jobs for introducing mouse to daily life… :D
Cahya,
makin banyak perantinya, justru makin dibutuhkan fitur aksesibilitas yang universal kan? Bukan hanya mouse dependant, desktop oriented, eye’s only, dan lain-lain.
Dengan akses tanpa tetikus, bisa membantu menyiapkan diri menghadapi fitur masa depan itu. Tanpa melupakan alat bantu teknologi seperti screen reader dan voice browser.
OOT..
kalau disisi seorang draftman tanpa tetikus, kita akan sangat kesulitan mengerjakan pekerjaan yang ada di layar kita :D
Kenapa ya kata tetikus tidak digubah menjadi tikus aja? Jadi kalau mau nyerap bahasa asing tidak usah nanggung-nanggung.
Permasalahan terlalu banyak menekan Tab bukankah bisa diatasi dengan navigasi jump to top, jump to content, jump to bottom?
Kenapa pada elemen em, ukuran hurufnya super besar dok? ada pertimbangan tertentu?
Agung,
jadi tetikus masih belum akan cepat punah melihat kebiasaan dan kebutuhan itu. :)
rismaka,
untuk penamaan tetikus, saya ngikut yang ahli linguistik saja lah.
Ya itu dia maksud saya, Mas Adi. Di atas juga sudah saya tuliskan. Jika ada back to top, kenapa ngga sekalian dipasang 'Skip to main content', terutama yang visible.
Yang strong dan em masih eksperimen. Untuk membedakan bold dan italic di sisi visual. Jadi, mengingatkan saya untuk ngga berteriak/menabur tag itu di mana-mana. :)
Karena menggunakan Windows, text browser yang saya ketahui hanya Lynk saja.
btw, Mengenai link internal. Mungkin kita masih kurang merasakan manfaatnya. Saya merasa banyak web yang menggunakan fitur ‘back to top’ hanya sebatas hiasan saja.
oot, mungkin website berikut ini dapat menjelaskan manfaat dari link internal.
World’s Highest Website (versi bahasa Indonesia).
ardianzzz,
makasi link-nya. Busyet panjang amat scrolling-nya ya. Si Meier dkk itu emang kurang kerjaan. :)
Tapi dengan peramban berbasis teks dan small screen udah terasa manfaatnya kok. Masak harus memperpendek konten hanya demi small screen.
[oot]Sekarang ini ramai-ramai kembali ke khitah ya ? Back to nature, back to jadul. Bagi sebagian orang yang sudah sangat familiar dengan tetikus/tikus/mouse/mowuse atau apalah namanya merupakan sisksaan. Bahkan tidak bisa bekerja sama sekali. Dan ini justru saya dapati dilingkungan kerja saya. Saya minta tetikus ini jangan punah dalam waktu dekat, kalau nggak bisa jontor mulut memberikan penjelasan kembali :oops:
Pak Aldy,
karyawan yang sering bertugas melengkapi kolom isian katanya lebih suka memakai tabbing.
Suatu saat, suara klik tetikus akan tergantikan oleh speech recognition tasking? Tapi sepertinya ide Pakdhe Harry itu masih akan bertahan lama.
blog model baru nih…kapan2 main lagi ah…
Mas Dani,
Mungkin karena kerja di Google jadi memiliki waktu luang yang banyak sehingga bisa bereksperimen dengan CSS. Satu hal lagi yang menarik ―dari Jens O. Meiert― Dia menawarkan hadiah uang untuk siapa saja yang menemukan kesalahan-kesalahan tertentu dalam blognya. Ada-ada saja :)
Bli Dani,
pada prakteknya tidak menggunakan Tombol Tab, yang ada justru tombol panah up/down.
Pak Aldy,
eh iya, tombol itu.
Wahh pasti kan sulit bewner kalo tanpa tetikus…
Tetikus ibarat seperti nasi tanpa lauk, tanpa piring dan seondok..hahha.. pasti kan sulit tuh…
Aku suka web mas dan tata bahasa memenuhi standar EYD. Lucu link bahasa indonesianya pranala, mouse tetikus hehehe
akhatam,
maaf, pranalanya saya koreksi. Gunakan cara yang tidak menyerupai spam saja.
Lebih sulit mana, akses Web tanpa tetikus atau akses Web tanpa jari dan tangan? :)
rauff risharasakti,
setidaknya saya masih pakai bahasa Indonesia, walau tidak EYD yang baik. Kan kasihan yang bikin kamus kalau koleksi katanya tidak dipakai. :)
Terus terang kadang saya tidak mengerti kenapa harus “tidak” menggunakan tetikus? karena semenjak ditemukan tetikus ini sangat membantu kita untuk bergerak bebas, lompat2 tanpa harus melewati sesuatu yg tidak diperlukan *jika dgn menggunakan tab*
#just my 2 cents bli…..
Planet Orange,
kadang, mungkin, pertanyaan yang serupa muncul saat seorang pengguna mencoba mengakses Web, “Mengapa mata saya harus mengalami kebutaan?”
Atau, “Mengapa otot tangan saya harus mengalami lemah otot dan saraf/atrofi?”
Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat fisik dan mental. :)
Mengapa hanya tanpa tetikus saja kita keberatan?
Gemana kalo lain kali kita coba akses Web dengan menutup mata, telinga, atau tangan bersarung tinju? :)
Artikel yang menarik, Mas Dani!
Bukannya saya keberatan meninggalkan Mouse. Tetapi saya belum kepikir atau berandai-andai seandainya saya kerja dengan komputer tanpa Mouse. Misal untuk buka Autocad, biasanya untuk memperbesar dan memperkecil tampilan gambar, saya tinggal pakai scroll Mouse, geser keatas kebawah sudah bisa membesar dan mengecil. Kalau hanya mengandalkan pakai keyboard tok, sedikit repot.
Namun jika eranya nanti muncul peripheral teknologi terbarukan yang bisa mensubtitusikan keberadaan Mouse dengan lebih baik lagi. Mengapa tidak? Saya siap meninggalkan Mouse saya. He….He…..
Joko Sutarto,
sepertinya kita masih belum akan meninggalkan mouse total untuk jangka waktu dekat ini. IPad pun masih butuh terhubung ke komputer Mac–yang penggunanya masih memakai tetikus. Gerakan moral Pak Harry itu saya tangkap bermaksud
ke luar: empati,
ke dalam: evaluasi aksesibilitas Web.
Tambahan Rayimas,…
Rasanya kita tidak akan pernah mengenal istilah "hotkey", Ctrl+N, Ctrl+C, Ctrl+V, dst, jika orang-orang disana tidak pernah membahas empati mereka bagi yang mempunyai ketidakmampuan menggunakan tetikus khan ?.
Jika misinya harus dikembangkan ke arah penggunaan diluar aplikasi dan pemrograman web, perintah,"kontrol ce saja, terus kontrol ve" sepertinya sudah sering kita dengar, bahkan mungkin kita sendiri sering mengucapkannya khan ya ? :(
Pakdhe Harry,
Makasi tambahannya. Saya tidak tahu sejarahnya hotkey itu. Apakah juga terkait dengan kegemaran beberapa pengguna (misal administrator jaringan) yang mengoperasikan terminal/console tanpa butuh desktop grafis atau sistem X, dimana fungsi tetikus juga minimal.
[…] Senin tanpa tetikus. Berani coba menjadi penyandang disabilitas? Jangan gunakan 'mouse', 'touchpad', dan sejenisnya! Lalu akses situs favorit Anda! […]
hehe saya merasakan kenyamanan browsing tanpa tetikus hehehe