Kategori
Web Accessibility

Empati untuk 10% Populasi Disabilitas

Diperbarui 30 Agustus 2010 oleh Dani Iswara

Sekitar 10-20% populasi di tiap negara mengalami disabilitas. Siapa saja yang disebut disabilitas? Pentingkah berempati via Web?

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), disability dideskripsikan sebagai:

Disabilities is an umbrella term, covering impairments, activity limitations, and participation restrictions. An impairment is a problem in body function or structure; an activity limitation is a difficulty encountered by an individual in executing a task or action; while a participation restriction is a problem experienced by an individual in involvement in life situations.

Thus disability is a complex phenomenon, reflecting an interaction between features of a person’s body and features of the society in which he or she lives.

Jadi, disabilitas adalah ketidakmampuan struktur atau fungsi bagian tubuh tertentu dari seseorang sehingga kesulitan melakukan aktivitas dan kegiatan sosialnya sehari-hari.

Dikenal juga istilah e-accessibility atau aksesibilitas elektronik. Menurut WHO, istilah ini mengacu pada kemudahan pakai teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seperti Internet, oleh penyandang disabilitas. Informasi di situs Web sebaiknya mudah diakses oleh penyandang ketidakmampuan, misalnya disabilitas penglihatan, disabilitas fokus mata dan kontras warna ('low vision'), disabilitas pendengaran, hendaya kognitif/pengetahuan, dan para lanjut usia (lansia).

Di lingkup internasional ada Konsorsium WWW (W3C) yang memiliki panduan aksesibilitas konten Web ('Web Content Accessibility Guidelines'; WCAG). Di tingkat nasional, hukum dan regulasi setempat diharapkan menyesuaikan dengan standar aksesibilitas. Sudah adakah di Indonesia?

The use of ICTs, such as the Internet, is rapidly becoming an essential part of the economic, educational and social life of many people today. Therefore it is vital that web sites can be used by all, so that persons with disabilities have the same access to information as everyone else.

E-Accessibility – WHO.

Menyatakan diri disabilitas

Di luar definisi di atas, keteraksesan bagi disabilitas bisa berarti sangat luas. Sebagai pengguna koneksi Internet 'dial-up' dengan kecepatan akses terbatas, saya bisa saja termasuk penyandang disabilitas koneksi Internet. Saat situs Web memakai pengantar bahasa Indonesia, penutur bahasa Inggris bisa saja menyebut diirinya disabilitas terhadap situs tersebut. Pengguna situs Web yang banyak memakai jargon dan istilah-istilah baru bisa membuat dirinya termasuk disabilitas. Makna aksesibel dipertanyakan kembali. Silakan baca Aksesibilitas Web Relatif (Dani Iswara .com).

Statistik disabilitas

Dokumen Disabilities and Technologies (usability.com.au; 2005) oleh Roger Hudson menyebut jumlah disabilitas di beberapa negara:

  • United Kingdom, 18% of the population (National Statistics, 2001).
  • Australia, 17% of the population (Australian Bureau of Statistics, 2003).
  • United States, 19.3% of the population (US Census Bureau, 2000).
  • Canada, 12.1% of the population (Statistics Canada, 2001).
  • New Zealand, 20% of the population (Statistics New Zealand, 2001).
  • European Union, across the 15 EU countries in 2001, 19.3% of the population was hampered by physical or mental health problem, illness or disability, with 9.3% severely hampered (Eurostat, 2003).
  • Australia, 20% of the population ('Survey of Disability, Ageing and Carers' [SDAC], 2003).

Apakah karena jumlahnya sedikit lalu sah saja untuk disingkirkan dan dilupakan? Anda ingin disingkirkan?

Benarkah mereka bukan pengguna potensial?

Lupakan dulu hak asasi. Jika menyadari hak asasi kemudahan mengakses informasi (di Web) sepenuhnya, mestinya tidak ada pernyataan berikut:"Situs saya tidak diakses oleh para penyandang disabilitas."

Sungguhkah Anda tahu pengguna situs Anda bukanlah seorang penyandang disabilitas? Pernah menerima protes dari mereka? Dari mana Anda tahu pengunjung situs itu penyandang disabilitas pendengaran, penglihatan, tidak punya tangan sehingga tidak mampu memakai tetikus, dan sebagainya?

Bukankah lebih baik membuka peluang keteraksesan lebih luas dengan meminimalisir penghalang bagi calon pengguna potensial? Setidaknya itu lebih baik daripada menyingkirkan mereka atas dasar asumsi yang tidak jelas. Bagaimana jika suatu ketika Anda menjadi 10-20% populasi itu?

Sulitkah membuat situs Web yang aksesibel? Tidak. Silakan baca Mudahnya Aksesibilitas Web (Dani Iswara .com).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.