Kategori
Web Accessibility

Pengoptimalan Skor Page Speed Blog Mungkin Tidak Menarik

Diperbarui 5 Mei 2010 oleh Dani Iswara

Tulisan Mas Kharisma Adi alias Rismaka, berjudul Intermezzo: Page Speed Analysis Result menarik disimak. Menurut situs resminya, Page Speed adalah pengaya/'add-on' berkode sumber terbuka yang terintegrasi dengan pengaya Firebug di Firefox. Bertujuan untuk mengevaluasi performa Web dan memberi saran-saran peningkatan waktu muat halaman Web.

Untuk mencapai hasil kecepatan muat blog yang lebih maksimal, Mas Adi melakukan pengoptimalan berikut (diedit seperlunya):

  1. Tidak ada gambar eksternal, namun hanya berupa tulisan berbasis teks.
  2. Fungsi gravatar yang dimatikan, kecuali untuk avatar admin (saya sendiri).
  3. Menonaktifkan plugin yang menyisipkan CSS di bagian header. Plugin tersebut adalah code colorer yang berfungsi untuk melindungi markah HTML atau PHP agar tidak terfilter oleh WordPress saat ditampilkan. Plugin tersebut…
  4. Menonaktifkan plugin lifestream. Sebagaimana code colorer, ia pun menyisipkan javascript dan CSS di bagian header.
  5. Melepas feedcounter dari feedburner, karena ia menambah 1 buah HTTP Request.
  6. Melepas adsense.
  7. Melepas banner hasil statistik yang tidak penting, seperti pagerank, alexa, jumlah pageview, dll. Banner itu…

Rencana langkah Mas Adi berikutnya:

  1. Mematikan fitur smiley.
  2. Menggunakan CSS sprites dalam menampilkan gambar CSS.
  3. Mematikan secara keseluruhan fitur gravatar.
  4. Memaksimalkan fungsi cache.

Bagi situs Web atau blog yang sudah punya nama, persetan dengan segala aturan dan 'gono-gini' rekomendasi W3C sekalipun. Toh mereka akan tetap dicari.

Apa yang dilakukan Mas Adi terkait pengoptimalan kecepatan muat blog hampir semuanya berbau teknis. Memangkas fitur blog hingga menyentuh setelan 'server'. Pertanyaannya:

  1. Apakah algoritma Google akan lebih berpihak pada pengelola blog yang memiliki kemampuan teknis?
  2. Akankah ada banyak minat narablog memaksimalkan skor 'Page Speed' melihat sekian macam pengorbanan yang harus dilakukan? Pertanyaan senada ini sempat saya lontarkan di kolom diskusi komentar topik bersangkutan.
  3. Perkiraan saya, skor rata-rata kecepatan muat blog yang ada saat ini umumnya berkisar antara 80-90. Tanpa banyak kustomisasi seperti yang Mas Adi lakukan. Seberapa perlu memperoleh skor di atasnya?
  4. Apakah kecepatan tiap 'server hosting' dianggap sudah cukup?
  5. Apakah sesuatu yang berbau teknis itu memang tidak populer untuk mengubah 'mindset'? Lihat juga 'mindset' aksesibilitas Web di Dani Iswara .com.

Dari sisi aksesibilitas Web seorang fakir lebar pita Internet, tentu bermanfaat. Bukan hanya pengguna yang selalu harus mengoptimalkan peramban Webnya, tapi juga pengelola situs dan blog. :)

22 tanggapan untuk “Pengoptimalan Skor Page Speed Blog Mungkin Tidak Menarik”

Sepertinya begitu Rayimas, tapi yang membuat tanda tanya besar adalah… Lupa judul dan linknya, tetapi ada yang beropini;
1). Bahwa loading yang cepat dengan parameter pagespeed bukan segala-galanya.
2). Ada yang beropini dengan menjual nama matt sang insinyur, bahwa kecepatan loading akan diperhitungkan pada pagerank (jika masih berorientasi ke arah sana).
3). Ketika iseng-iseng buka alexa, malahan ada catatan, 'Note: Slow sites may be penalized by search engines.'.
4). Pada kenyataanya Site Performance di WMT sudah mulai hidup lagi.
5). Koq aku agak keberatan ya, kalau fitur gravatarmu di tiadakan. Silaturahminya sedikit jadi ilang. Tapi suka-suka pengelolanya ding. :(

Jadi malu neh, nama saya sering disebut di blog ga penting ini :)

Terkait masalah pengoptimalan kecepatan muat, saya ingin menanggapi, khususnya yang di bagian pertanyaan yang diajukan.

1). Seperti yang diketahui, kecepatan muat suatu web telah dimasukkan google baru-baru ini untuk menentukan hasil di SERP. Karena statusnya yang masih bau kencur, otomatis tidak semua orang yang paham teknis dapat mengaplikasikannya di web mereka. Nah, di sinilah peran serta para pengembang web untuk dapat membuat suatu aplikasi atau pengaya agar mempermudah pengguna awam untuk dapat mengoptimalkan kecepatan web mereka.

Dahulu, saat google baru memperkenalkan adanya meta tag sebagai penentu hasil SERP, mungkin akan ada pertanyaan “Apakah algoritma Google akan lebih berpihak pada pengelola blog yang memiliki kemampuan teknis?” Namun hal tsb terjawab dengan kemudahan pengguna awam menggunakan pengaya yang dapat menyisipkan meta tag ke dalam web mereka.

2). Pertanyaan ini sudah diberikan jawabannya di komentar yang bersangkutan. Tapi intinya adalah mungkin akan sedikit yang berminat, kecuali bagi sebagian narablog yang mempunyai prinsip harus sesuai standar. Yah, tidak perlu lah jauh-jauh, di unessential weblog ini pasti akan ada yang bertanya, “perlukah accessibility dan usability? toh blog saya aman-aman saja kok. Perlukah mengikuti standar? toh blog saya udah terkenal kok” :D

3). Saya pribadi berpendapat, bahwa nilai skor merupakan standar tersendiri, terlepas dari cukup atau tidaknya nilai 80-90. Dan saya rasa bagi mesin pencari semacam google, nilai 80-90 itu sudah sangat cukup dikatakan “cepat” kok. Sehingga bisa disimpulkan, jika ingin mengikuti standar yang telah ditetapkan, maka pengoptimalan perlu dilakukan semaksimal mungkin, namun jika dirasa cukup, maka tidak perlu sebegitu extremnya mengikuti standar tsb.

4). Bagi saya kecepatan ‘server hosting’ sudah cukup jika seorang narablog hendak mengoptimalkan kecepatan untuk mencapai SEO. Karena prinsipnya adalah kemudahan bagi mesin pengindex untuk dapat mengakses konten dalam bentuk HTML, bukan visual. Seextrem apapun optimasi kecepatan yang dilakukan, jika server hostingnya sedang/sering down, maka mesin pencari pun akan gagal mengakses, yang mengakibatkan konten gagal terindex dengan baik.

BTW saat ini server hosting saya sedang lambat-lambatnya, generated content is about 5-9 seconds. :( Ini menandakan sebagus apapun optimasi yang saya lakukan, tetap saja akan lambat di sisi pengguna bila servernya sedang down.

5). Bicara mengenai mindset, sepertinya memang begitu. Saya cukup setuju bila sesuatu yang berbau teknis itu memang tidak populer untuk mengubah mindset seseorang, khususnya pengguna awam. Any idea?

Menanggapi komentar pak dhe poin 5:
Silaturrahim kan ga selalu tergantung pada gambar avatar kan pak dhe? Kasihan pengguna blogspot donk klo begitu :)
[Mencoba memahami dan merasakan menjadi pengguna blogspot, seperti halnya saya ingin memahami perasaan pengguna difable ketika sedikit kesulitan dalam mengakses web]

Gitu aja dok, maaf kalau komentar saya lebih panjang daripada postingannya :)

Pulang kandang ah, habis kena smash balik. :( :(
Pun tidak jadi komplain tentang keberatan yang sama di rismaka.net berkaitan dengan gravatar.

Ya sudah Rayimas, Mas Adi,… jika yang menjadi issue master-master sekarang adalah optimasi pagespeed sebuah blog. Saya ngikut saja, secara saya sebagai yang tidak bisa menulis yang teknis-teknis.

Harry,
1). Setuju. Loading yang cepat dengan parameter pagespeed memang bukan segala-galanya.

2). Tentang kecepatan loading akan diperhitungkan ke pagerank mungkin lebih menarik bagi pejuang SEO, bukan buruh aksesibilitas Web. :)

3). Alexa punya ‘Note: Slow sites may be penalized by search engines’? Mungkin lagi demam Piala Dunia di Afrika juga.

4). Fitur Site Performance di Webmaster Tools memang masih godokan Google Labs, maklumlah byar pet.

5). Keberatan karena gravatar hilang? Bukannya harusnya jadi lebih ringan? :D

rismaka,
Sudah terlalu sering disebut di blog ngga penting ini ya? Ok lah lain kali ngga lagi. :D

1). Jadi nampaknya algoritma mesin pencari/telusur bakal serius memperhitungkan faktor kecepatan ya. Untuk mudahnya di WordPress self hosting ya mungkin dirasa sudah cukup dengan plugin semacam WP-Super-Cache.

2). Memang tidak harus sesuai standar Web sih. Tapi mau mengikuti standar atau rekomendasi mana lagi? Yang pasti-pasti aja lah.

3). Nah skor itu nanti apakah dihitung head to head atau ada konversi tersendiri sejumlah poin tertentu. Misal skor Page Speed 100 dapat poin +10. Saya belum membaca situs/forum dan gono-gininya lagi.

4). Bisnis hosting bakal makin bersaing. Jadi kondisi dinamis server tetap berimbas ya. Bukan sekadar kondisi statis kuantitatif elemen Web.

5). Tentang mindset, SEO kan juga teknis. Tapi kok banyak yang minat? Pertanyaan ini memang saya duga akan terlontar. :D

Saran tambahan buat yang namanya rismaka: posting sendiri aja sana gih kalau panjang-panjang komentarnya! Ngga usah pakai pingback. :P

rismaka,
[OOT] kelupaan yang tentang gambar. Jika dari galeri foto/gambar, kan biasanya mereka punya pernyataan lisensi tersendiri. Serupalah seperti lisensi peranti lunak. Firefox, W3C, Arch Linux pun punya aturan tersendiri dalam pemakaian logo mereka. Di beberapa distribusi Linux yang strict, logo dan nama Mozilla Firefox berubah menjadi Namoroka, Lorentz, IceWeasel. Turunannya yang dioptimasi untuk arsitektur komputer tertentu di Linux pun berubah logo dan nama menjadi Swiftweasel, Swiftfox. Sepertinya serupa untuk konten blog.

Harry,
Sebelum pulang kandang, mampir dulu pak dhe ke gubuk saya, sekalian nyeruput kopi :)

Dani,
3). Kek lotere aja dapet tambahan poin :P
5). SEO memang teknis, tapi berbagai kemudahan yg ada dapat mengubah mindset orang awam utk berlomba2 menjuarai SEO. So, balik lagi ke kemudahan :(
OOT: Maksudnya adakah artikel rujukan yg mungkin bisa dipelajari terkait pelanggaran hak cipta gambar? selama ini ranah blog kebanyakan membahas masalah pelanggaran hak cipta konten, tapi kurang banyak membahas masalah pelanggaran hak cipta pada gambar yg dipakai.

Bli Dani suka meminimalis blognya, mulai mengurangi ini dan itu, setelah semua itu akhirnya blognya sendiri hilang seperti nasib yang di dotNET dulu :D (He he…)

Saya sendiri tidak masalah, prinsipnya tidak apa lambat jika memang ada beberapa unsur estetis yang ditambahkan (gravatar, smiley, etc), toh bukan barang baru lagi. Tapi kalau super lambat karena banyak bawaannya (banner, flash, sampai spanduk, etc) ya itu namanya cari mati juga.

Rumah tipe 21 dengan satu televisi (plus home theater) dengan satu meja, satu sofa dan sebuah karpet polos, sudah cukup untuk ruang tamu nyaman buat hidup dan bernapas.

Tapi jika bisa membangun Buckingham kedua, siapa yang melarang? Ada banyak blog dengan graphical art hasilan photoshop yang bisa membuat pengunjungnya terkagum-kagum. Bukaan halaman jadi lama? Tidak apa-apa, toh kontennya tidak kalah menarik minat, lagi pula ada selalu orang-orang seperti Bli Dani yang siap mematikan semua gambar untuk mendapatkan konten :D

Kalau memang nanti kecepatan akses web dimasukkan dalam ketentuan SERP, yah asal tidak kalah cepat saja sama default loading blog-blog besar seperti blogspot, wp.com, tumblr, typepad, yah sudah dipastikan setidaknya kita tidak di posisi terakhir. Dan mengapa kita peduli sama SERP? Ha ha, gitu saja kok repot.

Cahya,
Yang dot net masih hidup kok. Hanya saja sampahnya berbeda. Ya gara-gara ikon HONcode di SERPs itu. :D

Untuk meresapi upaya Mas Adi sesuai tulisannya, saya icip-icip juga pengaya itu.

Jika ukuran tivi-nya 10 inci, cukup? :D

Jika memang kebutuhannya grafis, masak harus gelap-gelapan. Kadang saya enable image kok, jika terpaksa. Misal di kolom komentar IntenseDebate. :(

Seperti dijelaskan di FAQ situs resminya, bahwa tujuan akhir bukan SERPs, tapi kemudahan akses pengguna (robot mesin pencari/telusur dan manusia). Efek SEO hanya ikutan saja, jika ada. Bisa saja Page Speed ini kemudian dimasukkan ranah aksesibilitas Web.

Lhadalah,… :(
Aku udah minggir Rayimas,… Koq ya masih kesrempet tipi 10" juga tho ya ?!?. :D :D

Terserah. Mau dilanjutin atau tidak, yang penting nanti malam saya mendingan melanjutkan lagi baca baca falsafah hidup di chinna katha nya Bhyllabus, sebelum benar-benar ga diurus sama yang punya juni nanti. Daripada mikirin Google Page Speed, (buktinya, pada tampilan baru SERPs, tanpa di apa-apain juga udah nongkrong dibawah yang aslinya – baru versi ID sih). Jangan dikomentari sombong lho ya,… awas. :D :D

@Harry

Bli Dani itu tidak pernah mau mengalah – itu sifat bawaannya, kalau diladeni terus, bener deh, komentar di sini bisa lebih panjang daripada tembok China :D (he he…, peace Bli).

Sebenarnya bukan tidak urus, hanya saja sekarang sedang membuat membuat proyek mobile blogging, mumpung ada plugin baru dari borneolab.org :) – tapi kayanya (sesuai ancang-ancang Mas Rismaka) bakal diprotes lagi sama Bli Dani.

Jadi kembali ke SERPs dan Speed Test, saya rasa pembukaan halaman terlalu cepat juga tidak bagus, entahlah di beberapa kesepatan saya sering bertanya pada diri saya sendiri “lha, halaman ini tadi sudah di-reload belum ya?” atau sejenisnya pasca berpaling sejenak dari monitor. Kalau seandainya load halaman sedikit lambat, kan tahu, oh ini sedang load berarti tadi saya sudah klik tombol submit etc. He he…, kalau mesin SERP mungkin tidak akan bingung atau pikun seperti saya ya…

Harry,
kalau urusan SERPs, auk ah gelap.. :P

Cahya,
kasihan kan komentar panjang-panjang bermutu jika hanya dibalas 'setuju'. :P

Protes mobile layout? Tidak harus satu suara kan?

Linglung dengan waktu muat yang gegas? Mungkin harus membiasakan diri dengan koneksi Internet yang sekejap mata. :)

Bli Dani,

Bukan masalah mobile layout, memang blog baru kok, tapi entar aja diurus lagi kalau Mas Ganda jadi buat theme baru, ha ha… :D

Ha ha…, hidupnya seorang fakir ya di jalanan denga langkah terseok-seok, mau gimana lagi, sudah wataknya jadi begitu. Hati-hati ngebut, nanti ditangkap polisi :D

Rayimas,…
Katanya/Bukankah topik ini sudah bergeser ke arah mindset ?. Jika sudah seperti itu, pemaparan alasan khan menjadi perlu, meski harus sedikit basah kuyup dan tidak sampai harus mengganti "page" dengan "position" pula :p

Pada sebuah sesi, saya juga sudah menyampaikan sebuah opini pribadi bahwa page speed itu saat ini sepertinya lebih condong kearah dagang, jualan dan jualan, dagang atau "Ikan Remora yang numpang hidup dari sisa-sisa makanannya Ikan Hiu". Memangnya buruh aksesibilitas pengin punya kerjaan sambilan lagi ? :(

Saya juga tidak bermaksud idealis, tapi jika buruh aksesibilitas ingin memadukan unsur tersebut sebagai salah satu penunjang, apa spandukku belum cukup ? :(

Cuma sayangnya,… [apakah ini salah saya, saya juga belum pasti] Apa iya Rayimas tega ngasih kerjaan orang tua seperti saya untuk menekan 'Ctrl+F5' terus-terusan setiap berkunjung kesini. :(

@Mas Cahya
Saya memang terseok-seok dong kalau tongkat peganganku dah ditangkep polisi. Tapi pasti tidak akan begitu 'ending'nya koq, saya yakin itu :) Ya khan Rayimas ?!?… come on…

Pakdhe Harry,
singkatannya saya koreksi lagi.. :P

Kita lihat saja apakah jenis-jenis pengoptimalan Page Speed akan masuk ke WCAG.

Buruh seperti saya kan hanya trial and error Pakdhe. Hanya agar bisa menuliskannya di sini.

Sebentar, saya belum memeriksa lagi setelan refresh blog tidak penting ini [jika itu maksud Pakdhe]. Apalagi statusnya yang selalu beta.. :D

Salam,
Halaman blog tidak melulu untuk pengguna teknis toh Bli ?
Kadang-kadang perlu juga pemanis, sepanjang tidak kemanisan.
Bagi sebagian blogger, blog dengan text only kurang menarik sekalipun isinya sangat menarik. CMIIW.

Pak Aldy,
saya pernah menyebut (lupa di mana) bahwa konten Web text-only belum tentu bisa disebut aksesibel, bahkan mungkin tidak usable dan aksesibel bagi penyandang disabilitas terutama hendaya kognitif.

Di Web usability on my unessential weblog saya bahkan sudah menyebut bahwa kebosanan dalam plain design ini adalah sahabat saya. :)

Permisi, salam kenal dan mohon maaf ikut nimbrung. Saya lagi suka ngeblog. Topik ini menarik, saya baca berulang komen-komennya dan saya punya kesimpulan serta memberanikan komentar bahwa: “ternyata dari yang saya ketahui untuk menjadi terbaik itu memang sulit. Saya yang awam dan punya keterbatasan bersikap positif terhadap semua pendapat dan sulit mencari tolak ukur yang sangat banyak. Jadi saya ngeblog sesuai yang saya bisa dan hasilnya walaupun sangat sering utak-atik, ada saja yang suka dan komen sekitar 3 hari sekali. Sebagai pemula, saya cukup senang”
Prinsipnya saya, terus saja ngeblog, apakah pribadi atau bosnis tetap akan dibaca. Ibarat di dalam pasar, dagangan yang aneh tak dilirik karena tidak dikenal dan kita ingat terus itu dan suatu saat penasaran itu akan terjadi dengan kita melihat, menanya dan mungkin membeli. Aduh maaf semua, saya demikian dan terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.